Pengertian hijab
Al-Hijab
berasal dari kata hajaban yang artinya menutupi, dengan kata lain
al-Hijab adalah benda yang menutupi sesuatu, menurut al-Jarjani dalam kitabnya
at-Ta’rifat mendefinisikan al-Hijab adalah setiap sesuatu yang terhalang dari
pencarian kita, dalam arti bahasa berarti man’u yaitu mencegah,
contohnya: Mencegah diri kita dari penglihatan orang lain.
Dari
berbagai pengertian bahasa yang di atas maka kita bisa mengambil sebuah
kesimpulan seperti apa yang dikatakan oleh Al-Zabidy dalam kitabnya Taj
al-‘Urus bahwa yang dimaksud dengan al-Hijab adalah segala sesuatu yang
menghalangi antara kedua belah pihak. Artinya ada sebuah benda yang menghalangi
penglihatan kita terhadap orang lain, contohnya, ketika ada dua
orang sedang
berbicara, tetapi ditengah-tengah mereka terdapat tembok yang besar, sehingga
dengan adanya tembok yang besar itu, mengakibatkan kedua orang itu tidak
melihat satu sama lain. nah…tembok inilah yang dinamakan al-Hijab.
Sedangkan
menurut istilah syara’, al-Hijab adalah suatu tabir yang menutupi semua anggota
badan wanita, kecuali wajah dan kedua telapak tangan dari penglihatan
orang lain. Dalam agama kita yaitu Islam, hal ini bertujuan untuk menghindari
fitnah di antara dua jenis manusia yang berbeda, yaitu pria dan wanita, dikarenakan
dari ujung rambut hingga ujung kaki bagi wanita, semua merupakan aurat yang
harus ditutupi, kecuali telapak tangan dan wajah tentunya. Sedangkan bagi kaum
pria, bertujuan agar bisa Ghadul Bashar atau menundukan pandangan,
selain itu juga dapat mencegah dari perbuatan berkhalwat atau berdua-duaan
ditempat sepi antara lawan jenis, dan lain sebagainya yang bertujuan untuk
mehindari dari berbagai bentuk maksiat yang dibisikan syeitan melalu
pendengaran kita. Karena syeitan akan terus menggoda hingga orang yang
dituju syeitan itu bisa mengikuti perintah dan langkah syeitan. Na’udzubillah
tsumma na’udzubillah
Dalam
al-Qur’an pun disebutkan tentang al-Hijab ini, walaupun satu ayat, tetapi
bermakna sangat dalam sekali terhadap definisi al-Hijab itu sendiri, sehingga
ayat ini diberi nama dengan “Ayat Hijab”, ayat ini terdapat di surat al-Ahzab
ayat 53, yang artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila
kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak
(makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai
makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang
demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu
keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta
sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari
belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.
Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini
isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu
adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.”
Ayat
ini turun berkenaan dengan hak istri-istrinya Nabi Muhammad Saw.. Pada suatu
ketika Umar bin Khaththab ra. Bertanya kepada Nabi Muhammad Saw. tentang
kewajiban memakai hijab bagi istri-istrinya Nabi Muhammad Saw. ketika bertemu
dengan orang lain, maka turunlah ayat tersebut sebagai jawaban. Sedangkan dalam
kitab al-Islam wa Qadhaya al-Mar’ah al-Mu’ashirah di katakan bahwa, ayat ini
turun berkenaan dengan kekhawatiran Nabi Muhammad Saw. terhadap kecantikan
istri beliau. yaitu Zainab binti Jahsy.
Selain
itu, tujuan dari ayat di atas terhadap istri-istri Nabi Muhammad Saw. adalah
agar mewajibkan kepada mereka (istri-istri Nabi Muhammad Saw.) untuk menutupi
semua anggota badan selain wajah dan telapak tangan, dengan memakai tabir
ketika berada di antara orang lain yang bukan muhrim.
Sedangkan
yang dimaksud dengan al-Hijab pada ayat di atas adalah, tabir pembatas yang
menghalangi wanita dari penglihatan orang lain, tetapi bukan sesuatu yang
dipakai seperti pakaian, celana maupun jilbab akan tetapi berbentuk sebuah
pemisah seperti tembok, hordeng dan lain sebagainya. Mengacu pada ayat di atas
bahwa ketika pada zaman Nabi Muhammad Saw., ada orang asing yang datang kepada
istri beliau untuk bertemu dikarenakan ada sesuatu urusan, maka Nabi pun
mengizinkannya akan tetapi memerintahkan agar istrinya bertemu dibalik tabir.
Al-Hijab dalam pengertian sebagai tabir penghalang tidak diwajibkan kepada
wanita yang bukan istri Nabi Muhammad Saw., perintah Nabi di atas bukan
perintah untuk semua wanita, tetapi khusus bagi istrinya beliau saja.
Oleh
karena itu, di zaman sekarang tidak ada satu pun wanita yang melakukan seperti
itu, dikarenakan kekhususannya. Coba bayangkan jika itu tidak dikhususkan akan
tetapi malah diperintahkan oleh semua wanita, mungkin akan banyak efek dan
kendala yang dihadapi oleh wanita, akan tidak adanya wanita karier, akan tidak
adanya wanita yang berpolitik dan lain sebagainya. Belum lagi serangan-serangan
dari para orientalis yang saat ini belum menemukan satupun kekurangan dalam
Islam, mungkin akan mengkritik tentang masalah ini, jika seandainya perintah
ini bagi seluruh wanita. Maka pantaslah jika Islam adalah agama yang mudah dan
juga fleksibel bagi pemeluknya, sehingga pemeluknya pun tidak akan merasa
keberatan ataupun kesusahan ketika menjalankan syariat-syariat Allah, sehingga
malulah kita terhadap Allah SWT. yang memberikan kemudahan kepada umat Nabi
Muhammad Saw. akan tetapi kita tidak menjalankan syariatnya Allah SWT, Na’udzubillah.
Wallahu’alam
Telah dimaklumi bahwa Allah ta`ala menciptakan wanita
dengan tabiat senang berhias. Dan dengan kemurahan-Nya, Dia membolehkan wanita
memakai seluruh perhiasan yang ada, selama tidak ada dalil yang melarang dan
membolehkan wanita menempuh cara-cara yang diperkenankan oleh syariat guna
mempercantik dan menghias dirinya.
Namun di sana ada sisi yang tak boleh diabaikan.
Syariat menetapkan wanita adalah aurat, sebagaimana disabdakan Rasul yang mulia
shallallahu 'alaihi wasallam:
(( اَلْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ , فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ))
"Wanita itu adalah aurat maka bila ia keluar rumah setan menyambutnya.
" (HR. At-Tirmidzi no. 1183, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Irwaul
Ghalil no. 273, demikian pula Asy-Syaikh Muqbil dalam Ash-Shahihul Musnad,
2/36)
Yang namanya aurat berarti membuat malu bila terlihat oleh orang lain (Tuhfatul
Ahwadzi, 4/283), hingga perlu dijaga dengan baik. Karena wanita adalah aurat
berarti suatu hal yang mengundang malu bila ia terlihat oleh lelaki yang bukan
mahramnya, apalagi bila terlihat dalam keadaan berhias. Dengan demikian wanita
tidak diperbolehkan menampakkan perhiasannya di hadapan lelaki yang bukan
mahram. Bahkan ia harus menutupi, khususnya ketika keluar rumah dan ketika
berhadapan dengan pandangan lelaki, karena menampakkan perhiasan di hadapan
mereka dapat mengundang fitnah. (Al-Mukminat, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal.
31)
Allah melarang wanita untuk memperdengarkan suara dari perhiasan yang
tersembunyi di balik bajunya, apatah lagi tentunya bila menampakkan wujud
perhiasan yang sedang dikenakan. Dia yang Maha Suci berfirman:
﴿ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يَخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ
﴾
"Dan janganlah mereka (para wanita) menghentakkan kaki-kaki mereka agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan." (An-Nur: 31)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: "Janganlah seorang wanita
menghentakkan kakinya ketika berjalan untuk memperdengarkan suara gelang kaki
yang dikenakan, karena memperdengarkan suara perhiasan yang sedang dipakai sama
dengan memperlihatkan wujud perhiasan tersebut bahkan lebih. Sasaran dari
pelarangan ini adalah agar wanita menutup dirinya (dari segala hal yang dapat
mengundang fitnah)." Beliau melanjutkan: "Siapa di antara wanita yang
melakukan hal ini karena bangga dengan perhiasan yang dipakai maka perbuatan
tersebut makruh. Dan bila ia melakukannya dengan maksud tabarruj dan sengaja
menunjukkan kepada kaum lelaki maka ini haram lagi tercela." (Al-Jami' li
Ahkamil Qur'an, 12/158)
Dalam ayat lain Allah ta`ala melarang kaum wanita untuk keluar rumah dengan
ber-tabarruj
وَقَرْنَ فِي بُيُوْتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُوْلَى
"Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian dan jangan bertabarruj
sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliyyah yang dahulu." (Al-Ahzab:
33)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar