Jumat, 30 November 2012

kkpi




jenis printer Dot Metrik merupakan printer yang metode pencetakannya menggunakan pita. Cetakan yang dihasilkan terlihat seperti titik titik yang saling mengubungkan satu dengan yang lainnya, sehingga hasil cetakan kurang halus dan juga kurang bagus. menurut sejarahnya jenis printer dot metrix ini pada awalnya menggunakan 9 Pin yang artinya dalam satu huruf akan dicetak dengan kombinasi dari 9 titik, kemudian semakin berkembang menjadi 24 pin dan tentunya dengan begitu hasil cetakan akan lebih halus.

Jenis printer Ink jet merupakan jenis printer yang metode pencetakannya menggunakan tinta cair. hasil cetak yang dihasilan oleh jenis printer Ink jet lebih bagus dan halus jika dibandingkan dengan jenis printer dot metrix, jenis printer ink jet ini juga bisa menghasilan hasil cetakan warna.
Jenis Laser Jet
Jenis printer laset jet merupakan jenis printer yang metode pencetakannya tinta bubuk atau yang biasa disebut toner dengan menggunakan perangkat infra merah. selain hasil cetak yang lebih bagus jika dibandingkan dengan jenis printer dot metrix maupun ink jet, printer laser jet juga memiliki kecepatan pencetakan yang tinggi dan hasil cetaknya pun juga lebih cepat kering seperti pada hasil ceta pada mesin photo copy

A. Icon Perintah di Group Themes

  1. Margins: digunakan untuk mengatur batas teks di halaman dokumen.
  2. Orientation: digunakan untuk mengatur posisi kertas.
  3. Size: digunakan untuk mengatur ukuran halaman.
  4. Columns: digunakan untuk mengatur jumlah kolom teks.
  5. Breaks: digunakan untuk mengatur kontinuitas halaman maupun kolom teks.
  6. Line Numbers: digunakan untuk mengatur kontinuitas nomor baris teks.
  7. Hypenation: digunakan untuk memisahkan suku kata dengan tanda hubung secara otomatis.

C. Icon Perintah di Group Page Background

  1. Watermark : digunakan untuk memberikan efek tanda air di belakang teks.
  2. Page Color : digunakan untuk mengatur warna latar halaman.
  3. Page Borders : digunakan untuk mengatur garis tepi halaman.

D. Icon Perintah di Group Paragraph

Indent digunakan untuk mengatur batas teks sebelah kanan dan batas teks sebelah kiri. Menu Spacing digunakan untuk mengatur jarak antar paragraf, baik dengan paragraf sebelumnya (Before) maupun dengan paragraf sesudahnya (After).

 

 

E. Icon Perintah di Group Arrange

Position digunakan untuk mengatur posisi objek di dalam suatu halaman. Disini user disuguhi opsi yang instan, dimana user hanya perlu menyeleksi objek, masuk ke menu ini, dan pilih posisi objek yang diinginkan.
Berbeda dengan perintah Position, Wrap Text digunakan untuk mengatur posisi objek dalam kaitannya dengan paragraf teks.
Berbeda dengan Wrap Text, Bring Forward digunakan untuk untuk memposisikan suatu objek dengan objek lainnya saja
Berbeda dengan Wrap Text, Bring Forward digunakan untuk untuk memposisikan suatu objek dengan objek lainnya saja
Send Backward bekerja secara kontradiktif dengan Bring Forward. Icon Send Backward digunakan untuk mengirim objek terpilih ke belakang objek lainnya.

5. Selection Pane

User yang akrab dengan aplikasi grafis bernama lengkap Adobe Photoshop (PS & son, he he he) tentu tidak asing lagi dengan icon perintah yang satu ini. Meskipun berbeda nama, tapi fungsinya mirip dengan aplikasi berbasis bitmap tersebut.

6. Align

Perintah ini digunakan untuk mengatur posisi objek lepas. perintah ini tidak akan aktif bila objek terpilih berada di Wraping “In Line With Text”
Perintah Group digunakan untuk mengelompokkan beberapa objek menjadi satu grup. Bila beberapa objek akan dikelola dengan pengaturan yang sama tentu akan lebih efisien bila user memanfaatkan fasilitas ini.
Rotate digunakan untuk memutar, dan membalik suatu objek terpilih. Bila dalam suatu kasus, user ingin membuat gambar simetri lipat dari suatu

Minggu, 04 November 2012

pengusaha tempe di jepang


Kisah Sukses Pengusaha Tempe Indonesia di Jepang


Tokyo, Detij.com. Terlahir di kota kecil Grobogan, Jawa Tengah ternyata tidak menyurutkan semangat juang Rustono (43) untuk meraih mimpi besarnya. Siapa sangka bila seorang mantan bell boy Hotel Sahid Yogyakarta ini sekarang bisa sukses merintis usaha tempe di negeri sakura (Jepang) serta mendapatkan gelar khusus yakni The King of Tempe.
PENGUSAHA TEMPE DI JEPANG

Sabtu, 03 November 2012

minggat akhurnya sukses

Perjalanan hidup seorang pengusaha yang pantang menyerah, dari bangkrut,dikejar kejar rentenir,minggat dan akhirnya sukses.

REP | 26 April 2012 | 17:26 Perjalanan hidup seseorang bak roda yang berputar,kadang kita terlena ketika kita sedang berada diatas, dan seringnya kita berputus asa ketika kita sedang diuji dengan kegagalan dalam berusaha.Dulu,  ketika saya  baru pertama kali (benar benar terjun ke dunia usaha ) tidak butuh waktu lama dalam sebulan saya rugi  kisaran 200 juta rupiah…..barang saya dibawalari orang….hehehe..benar benar pengalaman yang sangat mahal dan berharga.Memang sangat pahit, bahkan sampai beberap minggu saya masih trauma. Trus apa karena hal ini kita berputus asa??? suadah tidak mau berusaha lagi???  TIDAKKKKKK !!!!!! pengalaman akan membawa kita jauuuh menjadi orang  yang lebih baik, ibaratnya kegagalan adalah ksuksesan yang tertunda. Disini saya ingin berbagi kisah dengan teman teman , kisah tentang pentingnya sikap ngeyel dan pantang menyerah serta tidak mudah berputus asa.
Teman saya ini sebut saja Handika, dia adalah anak yang cerdas dan pekerja keras, Sedari kecil dia hidup mandiri, meski tergolong dari keluarga tidak mampu dia berkeras untuk melnjutkan sekolah. Sewaktu SMP dia punya usaha bengkel tambal ban. Dengan penghasilan dari usaha ini dia bisa membayar uang SPP nya.Meski cerdas dia termasuk anak yang nakal dan bandel,ajdi gak heran dia sering bolos sekolah,tp dasar anak cerdas meski sering bolos dia masih dapt peringkat 3 besar dikelasnya.hehe
Selepas SMP dia langsung kerja jadi sopir angkot di Surabaya,tak lama dia menikah.Karena hasil angkot pas pasan, handika pulang kampung  kerja jadi Sopir pribadi Bos dompet(mengenai industri kecil dompet bisa lihat tulisan saya sebelumnya.Tugas dia disini ngantar hasil produk ke pasar turi surabaya,belum lama jadi sopir,dia dipercaya menjajakan produk dompet ini ke distributor kota 2 di jateng (menjadi sales). Dari Sales inilah jiwa wira usahanya tumbuh lagi.
Tidak lama dia sudah terkenal sukses jadi sales, bahkan pangsa pasarnya sudah sampai jakarta.Akhirnya dengan PD dia buka usaha sendiri.jadi dia memproduksi usaha ini sendiri, tapi tetap juga memasarkan produk milik bos  nya dulu dan bos bos yang lain.akhirnya usahanya berkembang pesat, tapi pesatnya usaha tidak diimbangi dengan peningkatan spiritulnya.Dia berteman dengan penjudi,dan  pemabuk.Selain itu dia juga suka berfoya - foya, akhirnya jadi besar pasang daripada tiang.Karena hobi buruknya ini dia jadi tidak fokus ke usahanya.Karena pengeluaran yg tidak terkontrol dia sering berhutang .Hutang hutangnya numpuk hampir  350 jutaan di rentenir , bpr ,juga ke bank umum.
Setiap hari ada saja orang yang datang mengih hutang, bahkan rumahnya pun dah mau disita bank.Karena sudah terjepit, sebulan setelah anak keduanya lahir,dia minggat.dia melarikan diri ke Sumatra,lalu pindah ke Jakarta.Di pelarianya inilah dia merasakan ujian sesungguhnya, dengan pantang menyerah dia masih menawarkan sample produknya dari distributor ke distributor.Jika distributor pesan,maka dia telepon ke adiknya di kampung minta dikirimi produk.Tanpa kenal lelah Handika terus keluar masuk pasar mancari agen atau distributor dompet.
Mungkin inilah yang dimaksud dengan jurus pamungkas “the power of kepepet”nya om Jaya setia budi (benar gak ya,klo salah sebut orang tolong diberitahu).heheheUsaha pantang menyerahnya akhirnya berujung. Suatu hari dia pergi menawarkan produknya,sambil bawa sampel dia keluar masuk pasar .Dan hari itu sampai siang dia belum dapat order,karena letih, dan panas serta  uang yang pas pasan dia istirahat di sebuah masjid. Selepas sholat duhur dia tidur tiduran di masjid.Lalu ada orang keturunan china yang datang menghampirinya (bapak ini habis sholat).Mungkin bapak ini kasihan kepadanya,Setelah berbincang agak lama, bapak ini meninggalkan kartu nama.Bapak tadi bagaikan malaikat penyelamat baginya, lewat beliau Handika dikenalkan denga saudara dan rekan bisnisnya yang jadi agen barang kerajinan.Dengan mudah dia masuk ke lingkungan bisnis mereka karena rekomendasi beliau.
Setelah itu, orderan yang masuk hampir seperti banjir saja..hehehe.adik nya yang dikampung sampai kewalahan mengirimi barang,sampa dia ambil barang milik pengusaha lain.Kurang dari dua tahun adiknya ini sudah menjadi salah satu orang terkaya dikampung. Dilain pihak hutang handika sedikit demisedikit dapat diangsur. di hari raya id’ ke empat setelah pelarianya , Handika telah pulang kampung dengan hutang yang tinggal sedikit.
Kini usahanya semakin maju saja.omset produknya hampir 400 juta seminggu diwaktu biasa, kalau momen lebaran atau tahun baru omsetnya bisa dua kali lipat.karyawanya hampir tujuh puluhan orang dari tenaga pemotong bahan,penjahit borongan,tenaga harian,tenaga sablon.dll.dia juga sudah punya gedung tempat produksi sendiri.dan kabar terakhir dia mau mencalonkan diri sebagai Kades tahun depan.

chauril tanjung anak singkong

Chairul Tanjung si Anak Singkong

OPINI | 11 July 2012 | 22:19


Chairul Tanjung kecil melalui hari-hari penuh keceriaan sebagai anak pinggiran kota Metropolitan. Bermain bersama teman-teman dengan membuat pisau dari paku yang digilaskan di roda rel dekat rumahnya di Kemayoran, adalah kegiatan seru yang menyenangkan. Juga bersepeda beramai-ramai di akhir pekan ke kawasan Ancol, sambil jajan penganan murah, buah lontar.
Kelas 1 hingga kelas 2 SD sekolah diantar jemput oleh Kak Ana, seorang sanak keluarga dari Sibolga, dengan naik oplet. Selanjutnya kelas 3 SD sudah bisa pulang-pergi sekolah sendiri.
Saat usia SMP, Bapaknya ( Abdul Gafar Tanjung ) yang saat itu telah mempunyai percetakan, koran, transportasi dll gulung tikar dan dinyatakan pailit oleh pemerintah karena idealismenya yang bertentangan dengan pemerintah yang berkuasa saat itu ( Soeharto). Sang ayah adalah Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) Ranting Sawah Besar. Semua koran Bapaknya dibredel. Semua aset dijual hingga tak memiliki rumah satu pun.
Mungkin demi gengsi, di awal-awal, Bapaknya menyewa sebuah losmen di kawasan Kramat Raya, Jakarta untuk tinggal mereka sekeluarga. Hanya satu kamar, dengan kamar mandi di luar yang kemudian dihuni 8 orang. Kedua orang tua Chairul, dan 6 orang anaknya, termasuk Chairul sendiri.
Tidak kuat terus-menerus membayar sewa losmen, mereka kemudian memutuskan pindah ke daerah Gang Abu, Batutulis. Salah satu kantong kemiskinan di Jakarta waktu itu. Rumah tersebut adalah rumah nenek Chairul, dari ibundanya, Halimah.
Ibunya adalah sosok yang jarang sekali mengeluhkan kondisi, sesulit apapun keadaan keluarga. Namun saat itu, Chairul melihat raut wajah ibunya sendu, tidak ceria dan tampak lelah. Setelah ditanya, lebih tepatnya didesak Chairul, Ibunya baru berucap : ”Kamu punya sedikit uang, Rul? Uang ibu sudah habis dan untuk belanja nanti pagi sudah tidak ada lagi. Sama sekali tidak ada”.
( Tidak diceritakan lebih jelas akhirnya mendapat solusi dari mana, namun kita bisa tahu bahwa di usia SMP, Chairul sudah menyadari bagaimana kesulitan orang tuanya, bahkan untuk makan sehari-hari. Dan Ibunya adalah sosok yang sangat tabah menjalani kerasnya kehidupan).
Menunggu Bapak Pulang demi Zakat Fitrah
Suatu hari malam takbiran saat saya masih kelas dua SMP. Was-was menunggu bapak yang belum juga pulang. Saya sendirian menunggu beliau di ujung gang seraya berdoa semoga  beliau kali ini membawa uang untuk zakat fitrah kami sekeluarga.
Nanar melihat euforia malam takbiran. Teman-teman sebaya sudah bergembira, beberapa di antaranya bahkan menyewa becak keliling kota.
Beberapa kali air mata ini sempat menetes, sangat sesak rasanya. Ada tetangga yang memperhatikan dan sempat akan memberi zakat, saya tolak. ”Ya Allah, kami masih kuat berdiri. Meski tidak punya uang, kami masih mampu mencari,” saya pikir.
Alhamdulillah, menit-menit terakhir menjelang shalat Id, bapak akhirnya pulang dan memberi sejumlah uang untuk membayar zakat kami sekeluarga.
Pukul 03.30  pagi saya bangunkan pengurus masjid yang tengah lelap dalam tidurnya dan menyerahkan uang itu. Setelah itu lega luar biasa. Langsung bergegas ke masjid untuk shalat Id meski tanpa pakaian baru seperti teman-teman lainnya. Allahu Akbar! Tuntas kewajiban kami, ya Allah!”
Tidak ikut Study Tour ke Yogyakarta
Kelas 3 SMP sebagaimana yang dilakukan di banyak sekolah, diselenggarakan acara study tour yang pengumumannya 2 bulan sebelum keberangkatan.
Pak A.G Tanjung ( bapaknya Chairul ) saat itu mengelola perusahaan transportasi milik kawannya, sehingga otomatis Chairul mengetahui proses kerja penanganan wisata. Maka ia pun dipercaya sebagai koordinator transportasi untuk acara study tour sekolahnya ke Yogya tersebut. Namun sampai tiba waktunya, ibunya tidak mempunyai cukup uang untuk membayar biaya study tour senilai Rp. 15.000,- sehingga dengan alasan ada kepentingan keluarga, Chairul tidak ikut berangkat dalam acara yang bahkan ia sendiri yang sibuk mengurus berbagai persiapan. Ia mengerjakan tugasnya sebagai koordinator dengan seksama dan melepas kepergian teman-temannya di halaman sekolah, dengan perasaan sakit yang disembunyikan serapat mungkin.
Menggadaikan Kain Halus Ibu sebagai Biaya Kuliah
Mendaftar di perguruan tinggi negeri adalah satu-satunya pilihan untuk bisa kuliah saat itu, karena belum banyak pilihan untuk melanjutkan di universitas swasta. Jika pun ada, biayanya sangat tinggi. Jadi jika tidak diterima di negeri, alamat jalan untuk melanjutkan pendidikan tertutup sudah. Tidak mungkin keluarganya dapat membayar biaya kuliah di perguruan tinggi swasta, apalagi semua anak-anaknya masih dalam masa pendidikan.
Maka, adalah sebuah kebahagiaan yang tak terkira saat melihat nama Chairul Tanjung termasuk di antara daftar siswa yang dinyatakan lulus UMPTN. Pulang dari tempat pengumuman di Parkir Timur Senayan, Chairul mengabarkan pada orang tuanya bahwa ia diterima di FKG. Sebuah kabar bahagia tentunya, disertai pemberitahuan lain berupa biaya kuliah di FKG-UI. Total Rp. 75.000,- yang rinciannya adalah Rp. 45.000 untuk biaya kuliah, dan 30.000 untuk biaya administrasi, uang jaket dsb.
Ibunya meminta waktu beberapa hari untuk menyiapkannya. Dan sesuai janji, beberapa hari kemudian Ibunya tersenyum sambil memberikan uang yang yang diperlukan. Maka tahun 1981 Chairul Tanjung tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Minggu awal masuk kuliah, Chairul didaulat menjadi Ketua Angkatan Mahasiswa FKG-UI, atau mendapat julukan Jendral Angkatan”. Bisa jadi karena postur tubuhnya yang tinggi besar, dan tentu karena pengalaman berorganisasi dari SMP dan SMA yang telah dijalankannya.
Berinteraksi dengan para sahabat baru di kampus adalah hal baru yang menyenangkan tentunya. Meski mengaku sering makan di kantin CM ”Cepek Murah” Warung Toyib dengan nasi setengah porsi, sayur, tempe/tahu, semua terasa nikmat dan membuatnya bahagia.
Hingga suatu sore, ibunya, Ibu Halimah yang di kalangan tetangga dekat biasa dipanggil Mpok Limah, asli Cilandak, Sukabumi, Jawa Barat, berkata dengan terus terang kepadanya. Bahwa untuk ongkos kuliah ibunya harus pontang-panting mendapatkan uang. Dengan air mata, ibunya menatap sang anak sambil berucap ”Chairul, uang kuliah pertamamu yang ibu berikan beberapa hari yang lalu ibu dapatkan dari menggadaikan kain halus ibu. Belajarlah dengan serius, Nak.”
Mendengar itu, bumi tempatnya berpijak seolah berhenti berotasi, ia lemas seperti tanpa darah. Bisa dibayangkan, baru menikmati keceriaan bertemu teman-teman baru, tiba-tiba mendengar berita menyedihkan itu. Chairul mengaku terpukul, shock. Bukan untuk putus asa dan menyerah terhadap keadaan, namun sebaliknya. Dari situlah ia bertekad untuk tidak meminta uang lagi kepada orang tuanya. Ia harus bisa memenuhi semua keperluan kuliah dengan usahanya sendiri.
Lima Belas Ribu Pertama dalam Hidup Chairul
Di FKG-UI banyak sekali praktikum, dari membuat gigi palsu menggunakan wax ( lilin), gipsum, dsb. Ada buku praktikum sekitar 20 halaman yang harus diperbanyak ( difotocopy) oleh mahasiswa sebagai pedoman wajib.
Di lingkungan Salemba Raya, bertebaran tukang foto kopi dengan ongkos per lembar Rp. 25,- sehingga diperlukan total Rp. 500,- untuk mendapatkan buku tersebut.
Nah, Chairul mempunyai teman SMP yang orang tuanya memiliki usaha percetakan di Jl. Bango V No. 5, Senen. Namanya Bravo Printing. Usaha percetakan milik Pak Surya itu dijalankan oleh Pak Surya sendiri beserta anak-anaknya Toni, Hardi Surya, Beni ( teman Chairul).
Maka Chairul datang ke percetakan itu meminta tolong pada Hardi Surya ( kakak kelas Chairul di SMP juga ), dan disanggupi dikerjakan dengan harga Rp 150. Dikerjakan dulu, dibayar setelah selesai.
Maka, peluang usaha mulai dilihatnya. Esoknya, Chairul menawarkan jasa cetak diktat dengan harga Rp.300, lebih hemat tentunya dibanding harga pasar yang Rp. 500,-. Singkat cerita, ada 100 orang temannya yang mendaftar mencetak di Chairul, dan otomatis ia mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 15.000,-
Sebuah keuntungan yang diperoleh dengan proses sangat mdah, dengan hanya berbekal jaringan dan kepercayaan.
Uang keuntungan usaha yang baru pertama kali diterimanya sebesar 15.000 itu dirasakan Chairul sebagai momentum pembangkit kepercayaan diri selanjutnya.
Puluhan ribu berikutnya, ratusan ribu dan jutaan berikutnya bukan perkara sulit jika semangat dan kepercayaan bisa terus dijaga. Sejak itu hidupnya terasa lebih mudah.
Dari 15.000 itu kemudian ia terkenal ke seantero kampus sebagai pengganda diktat yang murah. Awalnya ia mendapat tempat fotocopy murah di daerah Grogol ( Rp. 15,-/lembar dan karena memberi order banyak didiscount menjadi Rp.12,5/lembar). Dosen dan teman-teman lintas jurusan kerap menitipkan fotocopy padanya. Praktis nyaris tiap hari ia mondar-mandir Grogol-Salemba dengan bajaj mengangkut diktat-diktat yang difotocopy dibantu beberapa orang sahabatnya.
Berikutnya karena merasa lama-lama kerepotan mondar-mandir sementara iapun harus mengikuti jam perkuliahan dan menjalankan berbagai praktikum, ia mengajukan permohonan memanfaatkan ruang kosong di bawah tangga untuk menempatkan mesin foto copy.
Dan berkat hubungan baik dengan hampir semua dosen, karyawan bahkan rektor UI, ijin itu mudah didapatkan.
Lalu Chairul meminta pemilik mesin fotocopy itu membuka counter di bawah tangga di fakultasnya di Salemba. Ia mendapat marketing fee sebesar Rp.2,5,-/lembar. Dan setiap sore, Chairul tinggal datang ke tempat fotocopyan sambil meminta setoran layaknya bos…:)
( Kita semua pasti akan turut tersenyum terhibur membacanya…bangga dan haru…)
Demikianlah naluri bisnisnya kian terasah. Dari mulai usaha fotocopy, merambah ke bisnis alat-alat kesehatan sebagai salah satu kebutuhan pokok mahasiswa kedokteran gigi. Lalu masuk mencoba bisnis di luar kampus meski diakhiri cerita kebangkutan dengan ditutup tokonya.
Namun bangkit lagi dengan usaha jual-beli mobil bekas, bengkel reparasi mobil, kontraktor kecil-kecilan, dst dll.
Tahun 1984, di masa kuliah tahun ke 4 (usia 22 tahun) Chairul telah berhasil membeli mobil Honda Civic warna coklat keluaran tahun 1976 seharga 3,6 juta. Dan tahun 1986 berganti Honda Accord keluaran tahun 1981.
Perolehan itu menunjukkan bahwa ia telah berhasil mewujudkan tekadnya untuk tidak meminta biaya kuliah pada orang tuanya, sekaligus juga telah mulai menuai hasil usahanya dengan kerja keras dan kerja cerdas tersebut. Sebuah prestasi yang membanggakan setiap orang tua tentunya.
Begitulah Chairul….sambil tekun menjalankan usahanya, ia juga paralel dengan aktif di berbagai kegiatan organisasi kampus dan aktifitas sosial. Semua dijalankan secara seimbang dan bersamaan.
Hingga di usia dewasa Chairul terus memperluas jalinan silaturahim ke berbagai kalangan, berani mempelajari aneka bisnis baru dan mencari jalan untuk menjalankan dengan sebaik-baiknya. Gabungan antara kerja keras, menjaga kepercayaan, mengedepankan kejujuran dan etika bisnis, tak pernah berhenti belajar dan disertai dengan doa terbaik tentunya.
Pak Chairul Tanjung, sesosok pengusaha besar nasionalis yang sangat diperhitungkan di negeri ini, termasuk bagi Pak Dahlan Iskan yang saat itu sempat mengirimkan sms menawarkan penjualan saham Garuda sebagaimana yang sempat diceritakan oleh Pak Dis sendiri di Manufacturing Hope beberapa waktu lalu. Beliau mungkin telah menggenggam berbagai cerita kesuksesan hari ini yang adalah hasil jerih payah dan kerja kerasnya yang dimulai sangat dini.
Tempaan hidup berupa kemiskinan, seringkali menjadikan seseorang menjadi tangguh, berkarakter dan berkepribadian.
Lalu, jika sebagian kita yang Alhamdulillah mungkin tak sampai harus mengalami kelaparan sebagaimana Pak Chairul Tanjung, dan Pak Dahlan Iskan di masa kecil……dapatkah kita mempunyai semangat juang yang sama dengan mereka semua?
Sejauh mana usaha dan kerja keras kita hari ini? Dapatkah kita menggembleng anak-anak kita untuk menyadari bahwa tugas di pundak mereka adalah menjadi manusia-manusia bermanfaat di hari depannya kelak?
Pertanyaan-pertanyaan yang tak mudah menjawabnya. Pun adalah pekerjaan yang tidak segampang mengatakannya. Yang pasti…harus terus kita nyalakan api semangatnya….agar setidaknya kita tahu apa yang harus kita lakukan hari ini, esok dan lusa.



preman pngsha jamur yang sukses


Kisah Seorang Preman Yang Kini Menjadi Pengusaha Sukses

Sukses adalah hak setiap orang. Seperti apa pun latar belakang seseorang bila tekun menjalani sebuah usaha, tinggal menunggu waktu pasti akan menjadi pengusaha sukses juga. Setidaknya hal itu dialami Kaiman, warga Prigen Pasuruan Jawa Timur.
Pria yang telah menginjak usia kepala lima itu, dulunya adalah seorang yang berkutat di dunia hitam. Bertahun-tahun ia hidup sebagai pencuri, parampok. Ia bahkan dikenal sebagai salah seorang preman di wilayahnya.
Seiring waktu berjalan, ia pun sadar dan bangkit dari dunia kejahatan itu. Dari sanalah ia mulai menata hidupnya. Tahun 2003 dia ke Bandung karena di sana ia pernah melihat ada usaha budidaya jamur yang sepertinya bisa dikembangkan di desanya.
Ia pun belajar pada seseorang bagaimana teknik membuat jamur dari awal sampai akhir. Merasa bisa melakukan sendiri, ia pun mencobanya di rumah. Melewati proses trial and eror, ia akhirnya berhasil membuat jamur tiram dan kuping.
Saat ini berhasil melepas ke pasar, permintaan pun mulai melonjak. Saat itu ia kemudian bergabung menjadi anggota Pusat Pelatihan Kewirausahaan (PPK) Sampoerna.
Ia sengaja ingin bergabung supaya mendapatkan pelatihan tambahan baik secara teknis pembuatan jamur agar lebih baik sekaligus teknik marketing.
Usaha makin  berkembang pesat. Bahkan, tidak hanya menjual jamur saja tapi juga bibitnya.  Saat ini bibit jamur hasil produksinya menjadi langganan dari pembeli di Bali sampai Kalimantan.
 Saat ini, omset usahanya mencapai Rp 350 sampai Rp 400 juta per bulan, dengan labanya sekitar 25-30 persen. Dan dia pun menarik 40 teman temannya ketika di dunia hitam menjadi karwayan. “Setelah bekerja di sini mereka kembali lurus dan tak pernah melakukan kejahatan lagi,” tutupnya.